CLIPPING
"Bloro" Merk Perkutut
Sumber : Trubus
Edisi : November 1983

Suara perkutut terasa pulen dan merdu, terutama bagi mereka yang tertarik dan menggemarinya. Dan karena lagu suaranya indah inilah yang pernah membuat nabi Dawud tergopoh - gopoh mencarinya, sehabis selesai sembahyang subuh. Sayang sekali, ia tak menemukan perkutut alam yang suaranya ia gandrungi itu. Malahan mendapatkan seorang puteri cantik sedang mandi dan asyik menyanyikan sebuah lagu disebuah sungai yang berair jernih.

Perkutut memang burung keramat. Apabila ditemukan kecocokan perhitungan dan kepastian katurangganya, burung ini bisa berharga mahal sekali, walaupun bunyi suaranya tidak semerdu yang diharapkan. Lebih - lebih kalau perkutut tersebut merupakan perkutut alam, hasil pikatan atau tangkapan dari hutan.

" Perkutut alam lebih disukai daripada perkutut ternak, karena volume suaranya bisa terdengar pol kerasnya." Kata Soeyoto ( 59 tahun ), yang beralamat di Jl. Purwosari I / 45, Semarang.

" Perkutut alam yang banyak dicari adalah perkutut yang berasal dari Blora, Jatirogi dan Tuban. Karena perkutut - perkutut ini bunyi anggungannya masih bisa terdengar jelas dan bagus sampai jarak 55 meter. Perkutut - perkutut dari daerah lain kebanyakan suaranya kecil, sehingga kurang diminati pembeli ! "

Kenapa cuma perkutut yang berasal dari ketiga daerah berbukit kapur itu saja yang paling banyak dicari ? Tak ada pedagang yang bisa menerangkan sebab - sebabnya. Tapi yang jelas perkutut Blora sudah merupakan merek dagang yang sangat populer. Menyusul perkutut Jatirogo, lalu perkutut Tuban.

Perkutut Blora sangat fasih dilafalkan lidah, walaupun perkutut yang dimaksud sebenarnya bukan berasal dari daerah yang dikatakan. Sebab memang banyak burung perkutut yang dijual dalam jumlah besar ( hasil jaringan ) yang berasal dari daerah sekitar hutan jati lain. Misalnya Purwodadi Bgawi, Bojonegoro dan Madiun.

" Ini demi gampangnya saja ! " , ucap Ny. Djamilah Matsarip dari Kp. Kudu Genuk, Semarang. Maksudnya agar tek terlalu repot dan bisa menarik perhatian dari pembeli. Sebab kalau dikatakan dari daerah lain, biasanya peminat langsung surut tak jadi membeli. Hal serupa ini juga dilakukan para pedagang burung perkutut alam di Yogya, Purwokerto, Bogor dan Jakarta.

Diakui oleh para pedagang burung, berdagang burung jauh lebih ringan dan ringkas dibanding berdagang barang - barang lain. Burung tidak terlalu memakan tempat, dan bisa dibawa jauh dalam jumlah banyak. Selain itu harganyapun bisa ditawarkan tinggi, sehingga keuntungan yang diperoleh bisa lebih baik.

Tapi berdagang burung tidak setiap hari bisa laku. Sebab selama bulan puasa yang lalu ( Juni - Juli 1993 ) bagi Soetoyo, dari 50 ekor burung perkutut dagangannya hanya laku seekor, seharga Rp.25.000,-

" Harga ini termasuk tinggi ," tutur pedagang burung itu pula, " mengingat yang kami jual adalah perkutut lokal. Tapi ya pahit juga, kalau tidak ada pemasukan lainnya."

Itulah sebabnya Soetoro ( pedagang burung pasar Pon - Purwokerto ) lebih meningkatkan usaha makanan burungnya. Mengingat pembeli burung tak setiap hari ada. 



PerkututMall             http://perkututmall.tripod.com            e-mail : okto@bigfoot.com