CLIPPING
Darmo Manuk, Si Pemburu Burung
Kedaulatan Rakyat
Edisi : 27 April 1996

Darmo Suwito ( 61 tahun ) dikampungnya lebih dikenal Darmo Manuk karena sejak masa bocah sampai menjadi simbah tidak mempunyai pekerjaan pokok selain mencari burung. Sampai sekarang  kemanapun ia pergi tidak pernah lupa membawa kolo yang terbuat dari senar kecil dan kantong alat perlengkapan menjerat burung. 

“ Saya sejak jaman penjajajahan Jepang sudah gemar mencari burung dan manjat pohon apa saja. Seingat saya harga burung perkutut biasa laku 1 bonggol, sedangkan kutut yang paling bagus harganya 5 sen “ kenang Darmo Manuk yang tinggal di kampung Ponggalan Kelurahan Giwangan Umbul Harjo, Jogjakarta. 

Burung derkuku ( deruk ) menurutnya sekarang ini digemari. Baginya hal ini dapat mendatangkan rejeki tersendiri, meski setiap hari mencari burung ocehan atau perkutut tidak diabaikan.

Namun kalau di sawah atau di tegalan saat mencari burung, maka yang diutamakan derkuku lebih dahulu sebab jika berhasil menangkap burung sekarang ini cepat laku dan harganya lumayan. Apalagi jika mendapatkan burung derkuku yang bagus, minimal seekor harganya sekitar Rp. 25.000,-. Bahkan jenis burung derkuku betina yang baik sekarang dijual Rp. 25.000,- cepat laku. 

“ Padahal dulu sebelumnya burung derkuku harganya Rp. 500,-. Itupun harus dijual di pasar Ngasem atau dipasar kota Gede. Bahkan oleh anak saya hanya disembelih atau digoreng untuk lauk. Sehingga saya dulu kalau di sawah atau di tegalan melihat burung derkuku, malas untuk menjeratnya. Tapi sebaliknya sekarang, begitu melihat burung derkuku, Wah dapat rejeki nih “ cerita kakek yang mempunyai 6 anak dan 6 cucu ini. 

Untuk mendapatkan burung ia tidak hanya mencari burung di sekitar kampungnya. Melainkan sampai ke desa - desa lain. Pokoknya daerah Jogyakarta, yang ada sawah dan tegalan yang biasa untuk mangkal burung di rambahnya. Tapi sekarang ini sawah atau tegalan yang biasa digemari burung liar semakin jarang. Sebab kebanyakan sudah “ ditanami “ rumah. Sehingga ia semakin sulit mencari burung. Saya sering pergi mencari burung dengan naik sepeda seharian tanpa mendapat seekorpun. Tapi saya juga tidak mengeluh karena rejeki orang tidak dapat dipastikan kadang mendapat  kadang tidak. 

Namun karena mencari burung sudah menjadi profesinya setiap siang sampai sore, ia selalu mencari lokasi yang digemari derkuku. Jika mendapat area, langsung memasang kolo ( jaring ) sebanyak 12 buah, setiap kolo 1 meter. Tapi, khusus burung derkuku harus memasang kolo yang dijadikan pokok sepanjang 4 meter, Karena harus dengan sistem kolo tetap, yang terbuat dari senar nilon bisa menjerat 3 derkuku sekaligus dan tidak bisa lepas. 

“ Dalam mengiring itu harus hati - hati sekali itu menggunakan perasaan. Karena kalau grasak - grusuk dan tidak sabar baru 3 langkah menggiring burung langsung terbang. Saya pernah kecewa berat. Padahal waktu itu ada perkutut bagus, karena diminta yang empunya untuk menangkapnya. Sebetulnya burung itu sudah mendekat , eh.... lah kok tiba - tiba ada perempuan akan mengirim makanan suaminya di sawah. Sudah saya kode agar tidak lewat jalan yang dipasang kolo tersebut, tapi perempuan itu tidak mengerti. Yah akhirnya gagal tidak bisa menangkap “ cerita Darmo Manuk.

Pengalam pahit yang lain karena kolo atau jaring itu di toko tidak ada  maka ia membuat sendiri. Dulu ia sering menjual kolo kepada orang yang bisa menangkap burung. 

 



PerkututMall             http://perkututmall.tripod.com            e-mail : okto@bigfoot.com